Sejarahgkptamiyang.blogspot.com, “Poskeb GKP Panguragan Lor Jemaat Cirebon”,
2015 (paragraf 3).
Poskeb GKP Panguragan Lor Jemaat
Cirebon
BAPA KAMA, TUKANG ES CENDOL, TUKANG
NGINJIL
Bapa Kama lahir di tengah –
tengah keluarga dan lingkungan Islam dengan masa muda yang sangat berpengaruh
pada kawan seangkatannya baik aktifitas sosial maupun keagamaan di wilayah Desa
Panguragan. Berawal dari Ngurung (= ikut panen ke daerah lain dan bermalam
sampai akhir panen) di Juntikebon Indramayu, ketertarikan Bapa Kama pada
Kristen dilanjutkan dengan belajar dan terus mengikuti aktifitas di Juntikebon
mulai tahun 1931 hingga pada tanggal 20 Januari 1934 Bapa Kama dibaptiskan di
Jemaat Juntikebon oleh Pdt. Kersa Yunus.
Pada tahun 1937 selama 6 bulan Bapa
Kama mengikuti Kursus Injil di Juntikebon yang dipimpin oleh Pdt. Kersa Yunus
dan Tuan I. Pendeweh. Setelah tamat beliau ditugaskan untuk membagikan surat
kabar Obor untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya.
Tahun 1942 Bapa Kama membantu
pelayanan Pdt. Usman Sarim dalam Pengabaran Injil di GKP Rehoboth Tamiyang .
Pada tanggal 14 November 1951 Pdt. Usman Sarim dibunuh oleh gerombolan. Karena
peristiwa tersebut warga jemaat GKP Rehoboth Tamiyang penuh dengan ketakutan
dan kecemasan. Disinilah mulailah perjuangan gigih Bapa Kama, disampingi beliau
harus menghidupi keluarganya yang serba kekurangan beliau berjualan es
cendol sambil terus berusaha memberikan penguatan dan pelawatan
terhadap warga jemaat yang tercerai berai ke pelbagai tempat. Dengan sabar dan
tidak mengenal lelah, satu persatu warga jemaat dikuatkan dan diajak kembali
untuk terus percaya pada Tuhan Yesus Kristus hingga pada tahun 1951 kegiatan
peribadahan GKP Rehoboth Tamiyang mulai kembali berkat kegigihan Bapa Kama
seorang tukang es cendol yang tetap setia dalam mengemban
amanat Kristus yakni mengabarkan berita Kabar Sukacita.
Tahun 1952 Bapa Kama ditetapkan
sebagai Guru Injil untuk melayani GKP Rehoboth Tamiyang. Tahun 1956 gedung
Gereja GKP Rehoboth Tamiyang dibakar oleh gerombolan dan seluruh warga jemaat
kembali tercerai berai, sebagian besar mereka mengungsi ke Haurgeulis. Untuk
kedua kalinya Bapa Kama berjuang keras menenangkan warga jemaat untuk tetap
setia dalam beribadah dan berupaya menghimpunkan kembali warga jemaat di
perantauan. Beliau pun berupaya agar gedung gereja yang sudah menjadi
puing-puing di bangun kembali. Hal ini bukan perjuangan yang mudah. Namun
dengan kekuatan dan pertolongan Tuhan Gedung Gereja dapat dibangun kembali di
desa Babakan Jati Haurgeulis.
Karena Bapa Kama dberasal dari
Panguragan sementara warga jemaat asal Panguragan dan dibaptiskan di Juntikebon
dan Babakan Jati Haurgeulis telah kembali ke kampung halamannya dan tidak ada
yang melayani, maka BP Sinode GKP menugaskan Bapa Kama untuk kembali ke
Panguragan yang ditetapkan sebagai Pos Kebaktian GKP dan berinduk ke
GKP Jemaat Cirebon. Tahun 1976 Bapa Kama pensiun dari jabatannya walau tetap
setia dalam pelayanannya di Panguragan sampai akhir hayatnya.