nu.or.id, "Pandangan Prof Quraish Shihab Soal Pria Tendang Sesajen di Semeru", (2022).
Jakarta, NU Online
Beberapa waktu lalu, viral di medsos seorang lelaki yang melempar dan
menendang sesajen di lokasi erupsi Gunung Semeru di Lumajang Jawa Timur. Dalam
video yang beredar, tampak pelaku intoleran itu menyingkirkan sejumlah sesajen
sambil memekikkan takbir.
Mengomentari hal itu, Cendekiawan Muslim Indonesia
Profesor HM Quraish Shihab mengajak agar umat Islam tetap menghormati
kepercayaan orang lain.
âMenghormati itu bukan berarti setuju. Itu (sudah)
adatnya (orang yang berbeda keyakinan), itu kebiasaannya, itu kepercayaannya.
Kenapa diganggu,â ujar Prof Quraish dalam bincang santai dengan putrinya, Najwa
Shihab, di Channel YouTube Najwa Shihab dilihat NU Online, Jumat (14/1/2022).
Lebih lanjut, alumnus Pesantren Darul Hadis
Al-Faqihiyah Malang, Jawa Timur itu menjelaskan, tujuan menghormati tradisi
orang berlainan keyakinan adalah untuk menjaga kerukunan lintas agama. Jika
umat Islam tidak bisa menghormati keyakinan umat lain, kerukunan antarumat
bakal sulit tercipta.
Mendasari argumennya, Prof Quraish mengutip
Al-Qurâan surat al-Anâam ayat 108 yang artinya:
âDan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka
sembah selain Allah. Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.â
âMemaki saja tidak boleh, apalagi menendang,â tandas
Pendiri Pusat Studi Al-Qurâan (PSQ) itu.
Soal praktik sesajen dinilai sebagai bentuk
perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan
konsekuensinya mendapat siksa dari Allah, lanjut Prof Quraish, itu
menjadi hak prerogatif-Nya kelak di hari pambalasan. Selain itu, turun atau
tidaknya murka bagi pelaku juga atas izin Allah. Manusia tidak memiliki hak
untuk mengadili.
âTidak apa-apa, nanti Tuhan yang akan menentukan di
hari kemudian, apa pandangan Tuhan, keputusan Tuan terhadap mereka. Jadi
mestinya, itu jangan ditendang,â ujar pria kelahiran Sidrap Sulsel 1944 itu.
Islam dan adat
Pada kesempatan itu, Prof Quraish juga menjelaskan
bahwa adat dalam pandangan Islam dibagi menjadi tiga. Pertama, adat yang sesuai
ajaran Islam dan biasa disebut dengan istilah maâruf. Untuk jenis ini, umat
Muslim dianjurkan untuk menegakkannya.
âManusia diperintahkan untuk menegakkan yang maâruf.
Apa yang kamu anggap baik di dalam masyarakatmu dan itu sejalan dengan tuntutan
agama atau tidak bertentangan, tegakkan itu,â tegas Prof Quraish.
Kedua, adat yang jelas bertentangan dengan ajaran
Islam. Sikap umat Muslim pada jenis kedua ini adalah tetap menghormatinya,
sebagaimana dikatakan dalam Al-Qurâan surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya,
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
Ketiga, adat yang bertentangan dengan ajaran Islam,
tetapi masih bisa âdiislamkanâ. Untuk
jenis adat yang ini, sikap umat Muslim adalah tetap mengakomodasinya sembari
menghilangkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam sebagaimana sudah
banyak dilakukan oleh para Wali Songo.
Dalam hal ini, Prof Quraish mencontohkan adat
Siraman, yaitu salah satu prosesi dari rangkaian pernikahan dalam adat Jawa
dengan memandikan calon pengantin yang biasa dilakukan satu hari sebelum
prosesi.
Praktik mandinya tidak apa-apa karena Islam sangat
menganjurkan kebersihan. Akan tetapi, jika terdapat nilai yang bertentangan
dengan ajaran Islam, tinggal diluruskan.
âJadi, jangan terlalu kaku. Di setiap daerah ada adatnya, ada kebiasaannya. Dan kembali lagi, setiap amal (perbuatan) itu tergantung dengan niatnya,â pungkas Prof Quraish.