DESCRIPTION

Harmoni Gereja Sidang Kristus dan Masjid Agung di Kota Sukabumi SUKABUMIUPDATE.com - Gereja Sidang Kristus berdiri kukuh di kampung Kaum Kelurahan Gunungparang, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Bangunan bercat dominan putih itu hanya berjarak sepelemparan batu dari Masjid Agung. Gereja dan masjid ini saling berhadapan dalam kepungan hawa sejuk pegunungan. Ketua Majelis Gereja Sidang Kristus Sukabumi, Dewi Susilawati seusai menunaikan ibadah bercerita umat Kristiani dan Islam hidup berdampingan secara harmonis. Saat perayaan Natal tiba, pemuda Muslim berjaga-jaga di sekitar lokasi gereja. Mereka juga membantu saat pihak gereja punya hajatan ulang tahun. “Kami juga bermain panjat pinang saat merayakan Hari Kemerdekaan 17 Agustus,” kata Dewi ditemui di Gereja Sidang Kristus Sukabumi pada Minggu (20/8/2023). Sebaliknya, menjelang perayaan Idulfitri, jemaat gereja juga keliling dan bakti sosial membagikan kebutuhan pokok. Para umat dua agama samawi itu saling menghormati perbedaan dan hidup rukun. Abdul Kohar, Pembina Remaja Masjid Agung Kota Sukabumi, menyebutkan selama ini tidak pernah ada kegiatan yang bentrok meskipun jarak dengan Gereja Sidang Kristus cukup dekat. Untuk menghormati ibadah umat Kristiani, Masjid Agung tidak menggunakan pengeras suara. "Biasanya kalau hari Ahad (Minggu) kita kegiatan hanya Bada Ashar aja, kalau pagi hari jarang ada kegiatan. Dan kami pun tahu kalau di pagi hari memang gereja ada kegiatan gitu. Ada peribadatan. Jadi kalaupun memang ada (kegiatan di Masjid Agung) kami pake speaker dalem," terangnya. Lokasi Masjid Agung Kota Sukabumi dan Gereja Sidang Kristus, menurut Abdul, merupakan bagian dari tata letak infrastruktur daerah. Oleh karenanya, ia tidak mempersoalkan hal tersebut, namun pengurus Masjid Agung itu lebih menyoroti keharmonisan yang harus dijaga. "Itu (Lokasi Masjid Agung Kota Sukabumi dan Gereja Sidang Kristus) sih memang sudah menjadi sejarah dan juga infrastruktur daerah kan. Dimana ada alun-alun, di situ ada masjid agung, ada gereja ada polres gitu kan ya. Tugas kita hari ini tinggal merawat keharmonisan. Toleransi antar agama aja," pungkasLandscape Masjid Agung, Gereja Sidang Kristus dan Lapang Merdeka Kota Sukabumi Teror Bom Menguji Toleransi Antarumat Beragama di Kota Sukabumi Di tengah usaha merajut toleransi, jemaat Gereja Sidang Kristus berupaya mengatasi trauma setelah peristiwa bom meledak sehari sebelum perayaan Natal pada Tahun 2000. Pada Malam Misa Natal 23 tahun silam, bom meledak di halaman gereja di Sukabumi dan lima kota lainnya di Indonesia, menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai puluhan orang lainnya. Serangan bom ini menguji praktik toleransi dan hubungan antara Muslim dan Kristen di seluruh wilayah Indonesia kala itu. Di antara aksi teror itu, salah satunya menimpa Gereja Sidang Kristus. Bom ini meledak saat kebaktian akan berlangsung pada Minggu malam, 24 Desember 2000, tepatnya di halaman samping kanan gereja. Ledakan itu beruntungnya tak menimbulkan korban jiwa maupun luka, namun merusak pagar gereja dan bangunan wisma PGRI di seberangnya. “Tidak ada korban jiwa dan tidak ada kendaraan yang terbakar di gereja. Karena kondisi sudah kosong, tidak ada umat lagi,” ujar Pendeta Gereja Sidang Kristus Andreas Tedjo. Meski begitu, Andreas mengakui bahwa selepas aksi teror tersebut, umat sempat merasakan trauma yang mendalam. Sehingga, gembala gereja saat itu memutuskan untuk meminimalisir akses masuk ke halaman gereja dengan membangun pagar sisi kiri dan kanan setinggi 2 meter. “Pada waktu awal ada rasa trauma, sehingga kami meminimalisir pintu dengan cara membangun pagar (beton) dari kiri kanan yang tadinya cuman pagar besi saja kurang lebih 70 cm. Tapi karena kondisi itu, akhirnya kami tinggikan kurang lebih jadi 2 meter supaya tujuannya satu pintu saja untuk akses keluar masuk orang yang mobilisasinya ke gereja ini,” kata Andreas. Andreas menuturkan, adanya bom natal itu tak mempengaruhi jadwal peribadatan, namun sempat membuat para jemaat paranoid sehingga mengurangi aktivitas beribadah di gereja Protestan yang dibangun pada tahun 1911 silam itu. “Kami tetap beribadah di gereja seperti jadwal biasa, tetap jalan, cuman mungkin kendalanya dari jemaat. Dari jemaatnya itu menjadi ‘berkurang’, karena mungkin masih takut dengan bom jadi mereka mengambil keputusan tidak hadir ke gereja,” ungkapnya. Setelah rasa trauma berangsur-angsur pulih, Andreas memastikan jemaat kembali memenuhi gereja. Bahkan setelah adanya rentetan peristiwa serangan terorisme serupa di Bali tahun 2002 dan Kuningan Jakarta 2004, jemaat malah lebih berantusias untuk beribadah di gereja karena ada jaminan keamanan dari aparat kepolisian. “Untuk kembali memulihkan kondisi umat kurang lebih setengah sampai setahun. Ketika 2004 mereka kan cuman lihat dari televisi ya, tidak terjadi lagi di Kota Sukabumi karena aparat Sukabumi juga mengantisipasi dengan adanya kontrol, mereka patroli ke gereja-gereja setiap hari Minggu. Jadi membuat rasa nyaman, membuat rasa aman itu bisa lebih safe beribadahnya,” kata Andreas. Menurut Andreas, pasca bom natal benar-benar menguji toleransi antar umat beragama di Sukabumi. Ia bersyukur di lingkungan gereja yang mayoritas umat muslim saling membantu untuk menjaga hingga memperhatikan keamanan gereja. Apalagi diketahui, gereja tersebut menjadi simbol keberagaman di Kota Sukabumi, lantaran letaknya yang berdekatan dengan Masjid Agung. “Jadi mereka (warga) lebih waspada, kalau ada orang tidak dikenal atau mencurigakan mereka lebih waspada. Apalagi di sini juga kita dibantu pengamanan dari Pemuda Pancasila, yang markasnya memang berdekatan di sini. Untuk kerukunan umat beragama juga tetap berjalan dengan baik sampai hari ini. Secara pribadi lingkungan disini cukup baik,” tandasnya. Tak hanya dari unsur ormas, karang taruna setempat yang notabene merupakan jemaat masjid Agung juga turut menjaga keamanan Gereja Sidang Kristus saat itu bahkan hingga kini di kala umat Kristiani di sana merayakan ibadah di malam Natal. Hal ini disampaikan Ketua RW setempat Kankan. Pria berusia 57 tahun itu masih mengingat betul peristiwa bom natal yang terjadi beberapa hari menjelang Idulfitri 1421 Hijriah itu, para pemuda setempat turut membantu pengamanan gereja bersama aparat kepolisian. “Kejadian (bom natal) itu kan pas bulan puasa, pemuda saat itu lagi jaga di pos kamling. Pasca ledakan bom di gereja, langsung pemuda kami di situ mengamankan area lokasi. Kami saling membantu (pengamanan) di situ sampai sekarang. Kalaupun ada acara natalan pemuda karang taruna ikut terlibat di situ untuk pengamanan,” ujarnya. Dia memastikan praktik toleransi di lingkungannya berjalan baik, ia juga mengapresiasi kepada pihak gereja yang mengizinkan lahan untuk area parkir bagi jemaat masjid agung. “Untuk toleransi selama ini terjaga. Saya kurang paham kalau kenapa gereja bisa berhadapan dengan masjid, mungkin seperti masjid istiqlal dan katedral di Jakarta, tujuannya untuk membangun toleransi di situ,” tuturnya.Gereja Sidang Kristus Kota Sukabumi. Sejarah Gereja Sidang Kristus dan Masjid Agung Berdasarkan sisi sejarahnya, kedua bangunan itu berdiri di zaman kolonial Belanda. Masjid Agung yang berada di Jalan Ahmad Yani dibangun terlebih dahulu pada tahun 1900. Selang sebelas tahun kemudian berdirilah Gereja Sidang Kristus yang terletak di jalan Masjid dengan nama awal Gereja Protestan. Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah mengatakan, mulanya Masjid Agung dibangun masih berbentuk masjid kecil (musala). Namun setelah tokoh Sukabumi bernama KH Ahmad Djuwaeni dijadikan penghulu (ahli agama) oleh Belanda, pada tahun 1935 masjid jami itu direnovasi dan naik statusnya menjadi Masjid Agung. Sedangkan Gereja Sidang Kristus, lanjut Irman, dibangun pada tahun 1911 atas dasar kepentingan warga Protestan yang saat itu kurang terorganisir di Kota Sukabumi. Pasalnya, zending Kristen Protestan ketika itu terfokus di wilayah Pangharepan Cikembar sebagai desa Kristen di Sukabumi. "Pada tahun itu umat protestan kan besarnya bukan di kota, tapi di Cikembar (Kabupaten Sukabumi). Ketika belum ada gereja itu, mereka (warga Protestan) kadang-kadang beribadah di sekolah. Kemudian lewat bantuan dari pemilik lahan bernama Lenne, dibangunlah gereja sidang kristus dengan nama awal gereja Protestan atau Protestansche Kerk," kata Irman yang juga penulis buku Soekaboemi The Untold Story. "Itu memang gerejanya mirip gereja katedral jadi agak unik dari bangunannya. Jadi secara umum, sangat panjang perjalanannya dan tidak ada masalah (dalam pendiriannya)," sambungnya. Irman menuturkan, gereja ini juga satu-satunya gereja di Sukabumi yang memiliki lonceng. Peralatan sederhana berbentuk tabung yang digunakan untuk menciptakan bunyi bunyian tersebut dipasang pada tahun 1914 oleh produsen yang sama dengan lonceng yang ada di Katedral Notre Dame Paris Prancis, tepatnya diproduksi oleh perusahaan Klokkengieterij Eijsbouts asal Asten Belanda. "Nah itu lonceng dulu suka dinyalakan, diatur untuk jam-jam tertentu karena itu lonceng nge-link dengan jam," ungkap Irman. Irman menuturkan, lonceng yang berada di dalam menara gereja ini menjadi saksi bisu terbangunnya toleransi masyarakat Kota Sukabumi sejak dulu. Bunyinya tidak pernah bertepatan dengan suara Azan dari Masjid Agung. "Karena kalau bertepatan dengan azan, mereka (warga protestan) biasanya menahan untuk dibunyikan dulu. Jadi tidak pernah berbarengan," lanjutnya. "Tak hanya itu, kalau kita naik ke atas (menara gereja), dari sana ada lubang ada jendela bulat, kita bisa melihat Masjid Agung dari situ juga," tambahnya. Menurut Irman, sejak bunyi lonceng benar-benar diberhentikan pada zaman Presiden Soeharto, pemeluk agama Kristen Protestan yang notabenenya adalah jemaah Gereja Sidang Kristus, cenderung menghargai mayoritas penduduk yang beragama Muslim. "Sekitar tahun 1980 an, pas jaman Pak Harto, saat itu memang ada represi sehingga mereka diberhentikan. Tapi memang di satu sisi pihak protestan, pihak gereja juga, salah satunya untuk menghargai mayoritas muslim yang ada di sini. Sehingga akhirnya tidak membunyikan lonceng seperti yang dulu tiap jam," tuturnya. Adapun saat ini, bunyi lonceng Gereja Sidang Kristus hanya dibunyikan untuk acara tertentu saja, seperti momentum pernikahan. Itu pun harus dilakukan secara manual. "Kalau dulu otomatis dari jam, jadi dia sudah narik, loncengnya langsung narik. Kalau sekarang manual, karena sudah tidak nge-link ke jamnya. Jadi sekarang untuk acara tertentu saja mereka membunyikan. Karena setahu saya itu (lonceng) bunyinya sampai ke Kelurahan Tipar (20 Km dari Gereja Sidang Kristus) juga kedengeran katanya," pungkas Irman. Data Rumah Ibadah dan Umat Beragama di Kota Sukabumi Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Sukabumi, Ade Munhiar mengatakan sejak tahun 2006, FKUB telah membuat tujuh rekomendasi pendirian rumah ibadah, yakni lima rekomendasi untuk agama Kristen dan dua agama Budha. Akan tetapi, kata Ade, untuk umat Kristen yang dalam hal ini adalah gereja, bukan rekomendasi pendirian gereja baru, melainkan rehabilitasi dari gereja lama. “Gereja yang baru tapi gereja yang lama direhabilitasi dari satu lantai menjadi 4 lantai.” kata Ade kepada sukabumiupdate.com saat ditemui di Islamic Centre Kota Sukabumi, Senin (7/8/2023). FKUB juga mengeluarkan izin sementara untuk beberapa tempat ibadah di Kota Sukabumi. Ade mencontohkan, penganut agama kristiani yang tidak memiliki Gereja dapat beribadah di tempat kebaktian, gedung atau rumah. Di tahun 2023, tercatat ada 29 gereja dengan rincian 21 gereja sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), termasuk Gereja Sidang Kristus. Sementara 8 gereja lain yang masih berstatus izin sementara, yakni 7 gereja bergabung di tempat khusus dan satu gereja berada di kawasan Yayasan Kristen. Sedangkan untuk tempat ibadah agama Hindu dan Konghucu, kata Ade, berpusat di beberapa titik di Kota Sukabumi. “Kalau hindu hanya di Setukpa di pura di sana. Kalau agama Budha ada 6, berkonsentrasi di daerah Odeon Kelurahan Nyomplong, ada di Setukpa dan di jalan RE Martadinata. Konghucu masuk ke Budha Tri Dharma, tidak banyak jemaat ibadah Konghucu. Viharanya di jalan nyomplong dekat LP (Lembaga Permasyarakatan),” jelasnya.

META DATA

Kasus KBB
Tidak Diketahui
Solusi
Bentuk Solusi
Tidak Diketahui
Status KBB
Mendukung KBB
Data
Tautan
https://www.sukabumiupdate.com/sukabumi/126797/harmoni-gereja-sidang-kristus-dan-masjid-agung-di-kota-sukabumi
Komunitas Terdampak
Jemaat Masjid Agung Kota Sukabumi