DESKRIPSI PERISTIWA

Pihak HKBP Filadelfia mendapat surat dari Camat Tambun Utara, yang isinya menolak pendirian Gereja HKBP Filadelfia, dengan alasan masih ada warga yang berkeberatan atas pendirian bangunan gereja. Surat tersebut dengan No. 452.2/76/ II-/Eksmasy/2008 Perihal: Laporan yang ditujukan Kepada Bupati Bekasi, tembusan kepada Jemaat HKBP Filadelfia. Setelah itu, Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi mengeluarkan surat No. Kd.10.16.11/1473/2009, tanggal 18 Agustus 2009, hal Permohonan Rekomendasi, yang isinya belum dapat memberikan rekomendasi pembangunan gereja tersebut, dengan alasan adanya pertentangan di masyarakat berupa penolakan masyarakat berdasarkan laporan Camat Tambun Utara. Surat itu juga menyarankan kepada panitia untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat dan tokoh agama setempat. Karena tidak ada kepastian, sementara kebutuhan ibadah harus dipenuhi, sejak Desember 2009 jemaat HKBP Filadelfia membangun tempat beribadah sementara dari triplek yang beralaskan tanah merah. Gereja darurat ini dapat menampung sekitar 200 jemaat. Untuk menjaga keamanan, dipasang gerbang setinggi 2 meter. Begitu gereja darurat berdiri pada 2009, mereka sudah beberapa kali diserang. Termasuk serangan dua hari setelah Natal dan dua hari setelah Tahun Baru 2010, sehingga jemaat terpaksa beribadah di Balai Desa. Pada tanggal 31 Desember 2009, Bupati Bekasi mengeluarkan Surat Keputusan Bupati No.300/675/KesbangPollinmas/09 tentang Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah. SK ini ditindaklanjuti dengan penyegelan. Gereja disegel oleh Pemda Bekasi dan jajarannya. Berita Acara Penyegelan Bangunan ditandatangani oleh beberapa aparatur pemerintah Kota Bekasi, termasuk Camat Tambun Utara, A. Junaedi Rakhman, SE dan Kepala Departemen Agama Kabupaten Bekasi, Drs H. Jaja Jaelani, MM. Mereka beralasan bahwa penyegelan sudah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi Nomor 7 Tahun 1996 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sejak 17 Januari, pascapenyegelan tersebut hingga saat ini, jemaat tetap melakukan ibadah di depan gerbang lokasi rumah ibadah sementara tersebut. Mereka memang memundurkan gerbangnya sejauh empat meter dari batas tanah untuk mengantisipasi pelebaran jalan. Hingga 20 Juli 2010, tempat ibadah mereka di luar gerbang tersebut selalu diganggu dengan menaburi kotoran hewan, bangkai, dan telur busuk. Setelah 20 Juli 2010, terutama karena para tokoh itu dijadikan saksi di pengadilan, tidak ada lagi gangguan terhadap ibadah mereka. SK Bupati itu kemudian digugat oleh pihak Gereja Filadelfia melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Bagi pihak gereja, keluarnya SK tersebut merupakan satu tindakan yang melebihi kewenangan Bupati. Gugatan itu kemudian dimenangkan oleh pihak gereja pada tanggal 2 September 2010. SK Bupati tersebut dinyatakan batal oleh majelis hakim. FKUB Kabupaten Bekasi berjumlah 17 orang, dengan komposisi 12 orang perwakilan Islam, dan lima sisanya berasal dari satu perwakilan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. FKUB diketuai oleh Sulaiman Zakhorus. Sebenarnya, menurut analisis pihak HKBP, 9 dari 17 anggota FKUB mendukung pembangunan gereja karena ada beberapa anggota FKUB dari Islam yang menyetujui, namun karena Ketua FKUB terlalu kuat, tidak ada rekomendasi yang ke luar. Bahkan, secara umum, menurut pihak HKBP Filadelfia, hampir bisa dibilang tidak mungkin gereja di Bekasi mendapatkan rekomendasi perizinan dari FKUB, karena meskipun tidak ada sistem voting dalam mekanisme FKUB, anggota FKUB non-Islam tidak memiliki kekuatan sama sekali dalam forum itu. Diakui sendiri oleh Wakil Ketua FKUB, Sudarno, bahwa dalam kasus Filadelfia, meskipun surat permohonan rekomendasi sudah dilayangkan sejak 2008, hingga kini belum ada rapat khusus yang membahas gereja tersebut.10 Ada sedikit kejanggalan ketika Wakil Ketua FKUB tersebut bersaksi di persidangan PTUN Bandung, 29 Juli 2010. Dia menyatakan bahwa supaya rekomendasi dari FKUB dikeluarkan, terlebih dahulu harus ada rekomendasi Departemen Agama.11 Padahal, dalam PBM 2006 tidak terdapat klausul seperti itu. Di sisi lain, aparat pemerintah juga bisa ditekan oleh kelompok penolak yang direpresentasikan oleh FKUI, ormas setempat yang didirikan khusus untuk merespons pembangunan gereja HKBP Filadelfia. Hal ini setidaknya tergambar dalam sikap ketua RW 09 dan Kepala Desa Jejalen Jaya yang berhasil dipaksa mencabut dukungannya, Camat yang tidak mau mengeluarkan rekomendasi perijinan, dan Bupati—yang karena tekanan massa—akhirnya mengeluarkan SK penghentian ibadah dan penyegelan rumah ibadah. Pemda Kabupaten Bekasi sendiri tidak melahirkan Perda yang secara khusus mengatur pendirian rumah Ibadah. Bupati mengeluarkan SK Tentang Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah dengan mengacu pada Perda Kabupaten Bekasi No. 07 Tahun 1996 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan PBM 2006. Selain dukungan dari beberapa Ketua RT, Kepala Dusun, dan Ketua RW di Jejalen Jaya, mayoritas warga dan beberapa tokoh agama juga menganggap tidak ada masalah dengan pendirian gereja di lokasi tersebut. Adalah H. Heri, tokoh agama yang tinggal sekitar 1 km dari lokasi gereja sejak 1992, mendukung pembangunan gereja tersebut. Ia adalah warga NU yang juga mantan Ketua MUI Kecamatan Tambun Utara. Ia memiliki kelompok pengajian di daerah tersebut, yaitu Majelis Zikir Ikhwan. Sampai pro-kontra pembangunan gereja berkembang, ia tidak pernah mengubah dukungannya. Bahkan, ketika suatu saat ada warga yang menaburi kotoran di lokasi rumah ibadah gereja Filadelfia, ia menyuruh anggota majelis zikirnya membersihkan kotoran tersebut.12 H. Heri inilah yang sering berhadapan dan berdebat dengan para ustadz penolak dan memberi perspektif keislaman terhadap dukungan tersebut. Bongkon adalah ketua RW 09, lokasi pembangunan gereja. Ketua RW ini memberikan persetujuan terhadap pembangunan ini, namun belakangan mengaku mencabut persetujuan tersebut karena diancam oleh Ustadz Naimun, Ustadz Amil Amung Mariadi, dan Ustadz Acep. Ancaman tersebut adalah jika tidak mencabut surat persetujuan tersebut, maka jika meninggal nanti tidak akan ditahlilkan. Sadih, warga yang tinggal di samping lokasi gereja tersebut, tidak merasa terganggu dengan adanya gereja, dan karena itu tidak keberatan terhadap pembangunan gereja. Dia adalah salah satu pendukung pembangunan gereja yang berani bersaksi di persidangan PTUN Bandung. Di pihak penolak, tercatat Junaedi Rachman, Camat Tambun Utara. Camat ini pada akhirnya tidak mengeluarkan rekomendasi persetujuan pendirian gereja karena menganggap pihak gereja tidak transparan mengenai pernyataan dukungan masyarakat.13 Nesan adalah Ketua FKUI tingkat Desa Jejalen Jaya. Ia juga adalah mantan calon Kepala Desa yang akhirnya dimenangkan oleh H. Sukardi. Pada salah satu aksi FKUI, ia merobek surat Bupati14 karena merasa warga Gereja HKBP Filadelfia tidak menghargai surat Bupati tentang pelarangan kegiatan Ibadah. Aktor utama penentang pembangunan gereja adalah Ustadz Naimun, Ustadz Amil Mariadi, dan Ustadz Acep. Tiga ustadz inilah yang mendatangi warga yang menyetujui pembangunan gereja untuk mencabut persetujuan mereka. Meskipun menurut beberapa saksi yang mendukung pembangunan gereja tiga ustadz ini melakukan ancaman terhadap warga, namun mereka sendiri tidak mengakuinya.15 Ustadz Naimun, penasehat FKUI, yang mengaku sebagai ustadz RT 01/04 menyatakan bahwa masyarakat ditipu mengenai surat dukungan pembangunan Gereja HKBP Filadelfia, yang menyebutkan bahwa formulir dukungan itu untuk THR (Tunjangan Hari Raya). Sedangkan Ustadz Amil yang mengaku tinggal di kampung yang berbeda dengan lokasi gereja tersebut dan sebagai anggota BPD (Badan Permusyawaratan Desa) menyatakan bahwa pihak gereja juga mengiming-imingi uang pada waktu meminta dukungan. Di sisi lain, ia juga mengaku bahwa pihak gereja sudah mengantongi 259 dukungan dari warga. Para penentang pendirian gereja ini mengatasnamakan FKUI Jejalen Jaya yang dideklarasikan pada tanggal 22 Februari 2008. Dalam kop suratnya, sekretariat FKUI adalah di Kantor Desa, meskipun ketika dikonfirmasi, Sang Kepala Desa mengaku tidak tahu menahu. Meskipun Nesan mengaku bahwa forum ini dibentuk bukan karena adanya pendirian Gereja Filadelfia, melainkan dibentuk untuk menjalin silaturahmi umat Islam, namun Ustadz Acep mengakui bahwa FKUI ini dibentuk dengan misi khusus mencabut surat persetujuan pembangunan HKBP Filadelfia.16 Bagi mereka, ada motif penipuan dan rekayasa dalam surat persetujuan dan dukungan yang diperoleh pihak gereja. Tiga ustadz di atas, yang disebut sebagai Tim Pencabutan Surat Dukungan HKBP Filadelfia, mengatasnamakan forum ini ketika mendatangi warga. Menurut Ustadz Acep, mereka mendatangi warga dengan tujuan untuk mengecek kebenaran apakah warga dalam memberikan dukungan karena tertipu atau tidak. Meskipun tidak terkait langsung dengan ormas lain, namun pada pertengahan Januari, mereka menggelar Tablig Akbar yang melibatkan 700-an jemaah dari Tanjung Priok dan Petamburan (FPI). Karena tingkat kerawanan dan rencana penyerangan yang sudah diketahui oleh polisi, saat itu Polres Bekasi menurunkan 400 personelnya untuk menjaga dan mengantisipasi penyerangan. Bahkan, Kapolres Herry Wibowo meminta kepada pihak HKBP Filadelfia untuk menghentikan ibadah, meskipun ditolak oleh pihak HKBP.17 Pdt. Palti juga mengakui bahwa massa penyerang bukan hanya datang dari warga sekitar saja, namun bercampur dengan warga dari luar Jejalen Jaya.18 Menurut pihak gereja, konflik pembangunan gereja ini tidak terkait langsung dengan afiliasi partai politik dan pilkada. Namun, ada informasi, Bupati pernah menyatakan di salah satu forum bahwa sepanjang masa pemerintahannya, jangan berharap ada izin gereja. Bupati H. Sa’duddin dan Wakil Bupati Darip Mulyana memerintah Kabupaten Bekasi sejak tahun 2007, dan saat itu dicalonkan oleh Fraksi PKS. Bupati ini juga lebih sering dipanggil Pak Ustadz daripada Pak Bupati. Pdt. Palti sendiri menyatakan belum pernah menemui kasus FKUB Kabupaten Bekasi memberikan rekomendasi pendirian gereja. Tim peneliti belum melakukan lebih lanjut mengenai FKUB ini.

META DATA PERISTIWA

Kasus KBB
Tidak Diketahui
Solusi
Dalam kasus ini CRCS mencatat bahwa sampai saat buku ini diterbitkan, masalah ini belum juga mampu di selesaikan.Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini. HKBP Filadelfia merupakan contoh dari gereja yang berhasil mengumpulkan tandatangan dukungan, bahkan hingga melebihi syarat minimum, namun terkendala oleh mobilisasi massa dari luar. Aparat pemerintah dan FKUB juga turut menyulitkan proses perizinan. Paling tidak ada dua hal menarik dalam kasus HKBP Filadelfia yang jamak ditemui juga dalam kasus resistensi gereja lain. Pertama, akusasi pemalsuan tandatangan dukungan. Kedua, penolakan aparat pemerintah untuk memberi persetujuan dengan alasan ada pihak yang tidak setuju. Perlu dicatat bahwa alasan penolakan demikian oleh pemerintah tidak masuk akal karena dalam PBM ditegaskan bahwa yang penting adalah tandatangan 90 pengguna dan 60 warga. Tidak ada ketentuan bahwa tidak boleh ada warga yang menentang.
Bentuk Solusi
Selesai
Status KBB
Menghambat KBB
Data
Tautan
file:///C:/Users/wscfa/Downloads/156Ok%20Monograf%20Jakarta%20(2).pdf
Komunitas Terdampak
HKBP Filadelfia