DESKRIPSI PERISTIWA

sejumlah warga yang mengatasnamakan umat Islam melakukan protes. Protes dilakukan dengan modus istighosah atau doa bersama. Saat itu, tidak terjadi bentrok karena jemaat HKBP beribadah di gereja kompleks Angkatan Laut. Desakan warga ini mendorong Wakil Walikota Bogor pada awal tahun 2000 meminta HKBP menghentikan pembangunan gereja. Dia beralasan penghentian dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Penghentian berlaku sampai situasi sudah aman. Meskipun tak jelas batas waktunya, panitia memenuhi permintaan Wakil Walikota Bogor. Hingga tahun 2006, panitia tidak melanjutkan pembangunan dan lebih berkonsentrasi pada pengumpulan dana. Tahun 2006, kepanitian beralih. Selain mengumpulkan dana, panitia mulai memasuki fase meneruskan kembali pembangunan. Langkah pertama, pada 4 Agustus 2008, panitia mengirim surat kepada Walikota Depok. Surat tersebut tidak mendapat respons. Karena tidak ada respons, pada bulan yang sama panitia memutuskan melanjutkan pengecoran satu lantai. Dua minggu pembangunan, sekitar 100 orang yang mengatasnamakan Foum Umat Islam Cinere protes dan memaksa tukang bangunan untuk berhenti. Sebelum aksi tersebut, mereka sudah memasang spanduk menolak pembangunan. Menurut penuturan Betty J. Sitorus, pihak HKBP dapat mengidentifikasi bahwa para pelaku bukan warga sekitar. Warga yang berkeberatan tidak tampak dalam aksi tersebut. Dalam aksi ini, polisi ada di tempat kejadian dan tidak bertindak apa-apa.Tiga hari berselang, aksi penolakan terjadi malam hari. Aksi kali ini brutal. Pintu gerbang dirobohkan dengan memakai rantai dan ditarik menggunakan sepeda motor. Sejumlah barang dihancurkan dengan balok. Para pekerja yang tinggal dalam bangunan lari menyelamatkan diri ke kali di belakang bangunan. Yang tersisa hanya tukang masak pekerja yang tidak bisa lari. Ibu inilah yang menjadi saksi siapa saja pelaku tindakan tersebut. Kejadian ini dilaporkan ke polisi. Setelah dua minggu diproses polisi menyatakan kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan karena tidak cukup bukti. Dua minggu kemudian, perwakilan kelompok penentang meminta pertemuan. Dalam pertemuan ini, ada dua warga yang hadir sebagai wakil penentang. Mereka menuntut tidak boleh membangun, tidak boleh ada tukang, tidak boleh ada seng pembatas, sampai surat Wakil Walikota tentang penghentian pembangunan dicabut. Panitia menyetujui tidak melanjutkan pembangunan asal seng pembatas tidak dirobohkan lantaran di dalamnya banyak barang. Pada tanggal 28 Oktober 2008, kelompok penentang melakukan istighosah kembali yang isinya menolak keberadaan gereja. Acara tersebut dihadiri sekitar 800 orang dari berbagai daerah. Atas nama warga, mereka melapor kepada Walikota Depok bahwa warga menolak keberadaan gereja. Pada bulan Februari 2009, Walikota Depok mengeluarkan surat bahwa IMB gereja dicabut. Pada malam itu pula, majelis memutuskan untuk mengajukan keputusan tersebut ke pengadilan. Bulan Maret 2009, proses pengadilan di PTUN Bandung dimulai. Agustus 2009 pengadilan memutuskan HKBP Cinere menang. Kelompok penentang naik banding. Di PTTUN, HKBP Cinere menang kembali. Penentang mengajukan kasasi. Pada tanggal 14 Juli 2010 Mahkamah Agung menolak kasasi. Rabu, 15 September 2010 panitia membangun kembali. Seminggu sebelum pembangunan, panitia berkirim surat kepada Presiden, Gubernur Jawa Barat, Walikota Depok, Camat, Lurah, Polda Jakarta, Polres Depok, Polsek, dan FKUB setempat. Dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa pembangunan akan kembali dilaksanakan serta memohon doa dan pengamanan pihak-pihak berwenang. Kebetulan, tanggal 15 September 2010 sudah memasuki masa tenang pilkada, sehingga, pembangunan tidak mendapat hambatan. Pihak Walikota kemudian mengundang gereja untuk bertemu. Dalam pertemuan tersebut, ada Camat, Lurah, Polres, dan Polsek. Pihak Walikota meminta pembangunan jangan dulu dilanjutkan. Mereka beralasan agar warga tidak kaget, sehingga tidak terjadi aksi anarkis. Pihak HKBP Cinere berkeberatan lantaran mereka sudah pernah diminta berhenti, tetapi tidak jelas kapan diperbolehkan melanjutkan. Sejak itu, pembangunan berjalan hingga kini. Sekitar awal Oktober, spanduk menolak pembangunan sudah bermunculan lagi. Panitia tidak menggubris karena sudah memiliki kekuatan hukum. Di samping itu, pihak kepolisian bekerja lebih ekstra. Mereka khawatir peristiwa HKBP Ciketing terulang. Pembangunan masih berlanjut hingga hari ini.

META DATA PERISTIWA

Kasus KBB
Tidak Diketahui
Solusi
Proses hukum sangat berarti untuk mempertahankan IMB gereja, meskipun hingga PTTUN. Aparat pemerintah, mulai dari Pemkot, Kepolisian, FKUB, hingga Camat dan Lurah, menerima keputusan ini. Meskipun tidak mendorong pembangunan, mereka tidak lagi menghambat. Polisi juga bekerja lebih baik, antara lain karena belajar dari HKBP Ciketing. Walikota Depok yang notabene diusung PKS, aktif menghalangi pembangunan gereja dengan mengeluarkan surat pencabutan IMB. dugaan relasi hambatan pembangunan gereja dengan migrasi urban dan ketegangan warga lokalpendatang kurang mendapat dukungan. Kelompok penentang bukan warga sekitar. Mereka yang menentang juga pendatang. Mereka berasal dari luar Jakarta. Di sisi lain, ketua RT yang notabene warga Betawi bahkan bersedia menjadi satpam gereja. meskipun tidak secara eksplisit mengatasnamakan FPI, terdapat indikasi keterlibatan organisasi ini secara aktif dalam menghambat pembangunan gereja serta ada indikasi komersialisasi pembangunan gereja berupa tuntutan uang. Dalam kasus ini CRCS mencatat bahwa sampai saat buku ini diterbitkan, masalah ini belum juga mampu di selesaikan
Bentuk Solusi
Selesai
Status KBB
Menghambat KBB
Data
Tautan
file:///C:/Users/wscfa/Downloads/156Ok%20Monograf%20Jakarta%20(2).pdf
Komunitas Terdampak
HKBP Pangkalan Jati