DESCRIPTION

Gereja Katedral sempat mengalami beberapa ancaman. Pada November 1998, terjadi kerusuhan di sekitar Jalan Ketapang. Massa merusak Gereja Kristus Ketapang juga membakar gedung Gereja Pantekosta di Indonesia, serta beberapa gereja lain. Dalam aksi ini, sejumlah massa sempat hendak melanjutkan aksi ke Gereja Katedral, namun ditahan oleh pasukan khusus TNI Angkatan Udara (Aritonang 2004: 534). Saat itu Gereja Katedral dijaga oleh aparat keamanan. Dua tahun kemudian, Gereja Katedral menghadapi ancaman yang lebih serius. Pada 24 Desember 2000, saat Misa Malam Natal sedang digelar di Gereja Katedral, umat dikejutkan oleh ledakan bom di depan pagar katedral. Ledakan yang sama terjadi juga di berbagai kota di Indonesia, seperti Bandung, Sukabumi, Mojokerto, Batam, Mataram, Medan, dan Pekanbaru (Majalah Hidup 2001: 35). Menurut sumber media, pelaku pelemparan bom tersebut adalah seorang anggota Jemaah Islamiyah (Heuken 2007: 2). Dalam kasus Gereja Katedral, peran negara terjadi pada zaman kolonial Belanda. Proses pendirian gereja saat itu dipengaruhi sikap toleransi/ intoleransi Gubernur Jenderal dan penguasa Batavia lain. Katedral, yang selama ini terkesan damai, ternyata pada masa tertentu juga mengalami permasalahan yang sama seperti gerejagereja lain sekarang ini. Di mata Gina, “Dalam kebebasan beragama, sejak zaman kolonial sampai sekarang sebenarnya tidak ada bedanya. Mendirikan sebuah gereja saja sulit.” Intervensi pemerintah kolonial Belanda yang mempersulit agama Katolik tampak dari kebijakan-kebijakan pembatasan pengadaan imam, pembatasan kebebasan beragama, serta tidak adanya dukungan bagi pendirian Gereja Katolik. Pemerintah kolonial yang Protestan terkenal anti-Katolik. Namun, ada dari mereka justru mendukung kebebasan beragama, termasuk perkembangan agama Katolik. Ketika Hindia Belanda diperintah oleh Gubernur Jenderal yang toleran, pada saat inilah gereja memperoleh dukungan kuat untuk berdiri. Hal sebaliknya justru terjadi setelah Republik Indonesia berdiri. Pemerintah sadar betul posisi penting gereja Katedral bagi umat Katolik di Indonesia. Mau tidak mau pemerintah harus melindungi gereja ini. Gina mengungkapkannya dengan cara menarik, “Menyerang Katedral, karena ini pusat, itu berarti menyerang Katolik di Indonesia. Jadi seperti menyerang kedutaan besar.” Bahkan setelah Masjid Istiqlal dibangun, toleransi ini tetap dipelihara, dan pemerintah senantiasa menggunakan ikon Katedral-Istiqlal sebagai simbol kerukunan beragama di Indonesia.

META DATA

Kasus KBB
Tidak Diketahui
Solusi
Pemerintah kolonial yang Protestan terkenal anti-Katolik. Namun, ada dari mereka justru mendukung kebebasan beragama, termasuk perkembangan agama Katolik. Ketika Hindia Belanda diperintah oleh Gubernur Jenderal yang toleran, pada saat inilah gereja memperoleh dukungan kuat untuk berdiri.
Bentuk Solusi
Selesai
Status KBB
Menghambat KBB
Data
Tautan
file:///C:/Users/wscfa/Downloads/156Ok%20Monograf%20Jakarta%20(2).pdf
Komunitas Terdampak
Gereja Katedral