DESKRIPSI PERISTIWA
Kelompok penentang ini tidak sampai mengadakan demonstrasi atau penyerangan. Bentuk penentangan yang mereka lakukan lebih kepada intimidasi dan menimbulkan perasaan tidak nyaman di kalangan gereja. Sekalipun tidak ada aksi fisik, pihak gereja tetap merasa resah dan membawa masalah ini ke tingkat RW dan Yayasan Dharmais.
Penenrena yang menentang adalah eks-pejuang Seroja, pihak gereja juga menetangan dimulai Mei 2006 dan pada bulan itu juga gereja langsung berkomunikasi dengan Dharmais. Kampatkan jemaat yang eks-pejuang sebagai ujung tombak negosiasi. Pihak yayasan sangat membantu dan kurang dari satu bulan sudah menawarkan lokasi baru untuk memindah gereja di Jalan Tomat. Bangunan pengganti ini sebelumnya digunakan sebagai workshop pelatihan untuk pemuda Timor Timur. Pasca lepasnya provinsi ke-27 ini dari Indonesia, bangunan ini menjadi terbengkalai hingga akhirnya dipinjamkan kepada GKP Seroja dan Kapel Johannes Pemandi.
GKP Seroja pindah ke lokasi baru Oktober 2006. Status bangunan adalah milik Dharmais dan dipinjamkan kepada gereja dengan catatan struktur bangunan tidak boleh diubah. Selain itu, setiap tahun gereja juga harus memperbarui surat penunjukan dan peminjaman ke Dharmais.
Tidak begitu banyak regulasi negara yang berperan dalam penyelesaian polemik gereja tahun 2006. Aktor dominan adalah Yayasan Dharmais sebagai pemilik dan pengelola Kompleks Seroja. Negara, lebih tepatnya Presiden Soeharto, justu lebih berperan dalam
sejarah awal gereja dengan menginstruksikan pemberian gedung tempat ibadah.