DESKRIPSI PERISTIWA
Pengadu khawatir deklarasi tersebut dapat memprovokasi masyarakat melakukan tindakan anarkhis. Merespons pengaduan tersebut, Komnas HAM pada 20 Juli 2016 telah mengirim surat kepada Gubernur Sumatera Barat yang pada intinya meminta gubernur menjelaskan
kebenaran pengaduan tersebut. Komnas HAM juga menyatakan pembatasan kebebasan beragama hanya dapat dilakukan dengan Undang-undang. Untuk itu, fatwa MUI tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk membatasi hak dan kebebasan beragama warga negara. Bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut semboyan bhinekka tunggal ika. Karenanya, tidak boleh ada satu wilayah yang diklaim hanya menjadi milik salah satu golongan atau keyakinan tertentu. Bahwa hak beragama dan berkeyakinan adalah hak yang dilindungi UUD 1945, UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM dan berbagai Undang-undang lain.
Untuk itu, negara wajib menghormati dan melindungi hak setiap warga negara memeluk agama dan keyakinannya. Dalam surat tersebut, Komnas HAM juga menegaskan bahwa Deklarasi Serambi Mekah tersebut dapat menimbulkan konflik, karena dapat dipergunakan oleh pihak-pihak tertentu secara tidak bertanggungjawab dan melawan hukum. Karena itu, Komnas HAM meminta gubernur menyelesaikan permasalahan Deklarasi tersebut. Merespons surat Komnas HAM tersebut, pada 15 September 2016 Gubernur Sumatera Barat mengirim surat jawaban yang pada intinya menyampaikan bahwa Deklarasi Serambi Mekah bukanlah bentuk provokasi, penghasutan dan pembodohan yang dapat menimbulkan tindakan anarkhis, melainkan merupakan salah satu bentuk tugas dan tanggungjawab para ulama untuk mengawal akidah umat Islam dan mengatasi penyimpangan akidah sesuai dengan al Quran dan Sunnah. Hal itu sesuai dengan kearifan lokal Sumatra Barat yang menganut falsafah “Adat basandi syara’, sara’ basandi kitabullah”.